Jumat, 25 Juni 2010

MAU DI BAWA KE MANA..........



burung ini bingung memikirkan,.......

MAU DI BAWA KEMANA…..


Masyarakat korban kebocoran tabung elpiji ukuran 3 kilogram dapat mengajukan gugatan perwakilan kelompok ( class action) kepada pemerintah untuk menuntut ganti rugi. Akan tetapi, pemerintah juga bisa menanggapinya dengan melihat siapa yang harus bertanggung jawab ( KOMPAS, 26 Juni 2010)

lagi-lagi masyarakat tetap saja tidak dapat mengakses perlindungan atas hak mereka sebagai konsumen dari produk yang dikeluarkan serta terkesan dipaksa untuk menggunakan produk tersebut. Merngapa tidak lihat saja ungkapan Ito Sumardi selaku Komisaris Jendral “ pemerintah juga bisa menanggapinya apakah itu karena tanggung jawab pemerintah atau tanggung jawab masyarakat yang kurang paham pemakaian tabung elpiji itu sendiri” jelas sekali dari ungkapan tersebut bahwa masyarakat memang tidak memiliki perlindungan.

Melambungnya harga minyak tanah yang diikuti dengan kelangkaannya mengakibatkan halalnya pemerintah “memaksa” masyarakat menggunakan tabung elpiji dengan embel-embel subsidi untuk masyarakat miskin, namun nyatanya tabung tersebut juga dibagikan di perumahan-perumahan mewah bahkan ada yang dijual belikan, begitu juga media menayangkan iklan mengenai tabung elpiji yang seolah-olah tabung tersebut solusinya.

JAHAT pemerintah kita hari ini, mereka melakukan pembiaran atas kebodohan rakyat kita, memberikan solusi akibat ulah mereka sendiri tanpa memberikan berita mengenai akibat yang akan terjadi, akibat tersebut sengaja di hidden sehingga muncul tanggapan yang kemudian menyalahkan masyarakat akibat kurang paham terhadap pemakaian tabung elpiji.
Pemerintah adalah pekerja Negara untuk melayani masyarakat, seharusnya pemerintah menyediakan yang dibutuhkan masyarakat, bukan memaksa masyarakat dari sabang hingga merauke untuk menggunakan tabung seperti yang mereka lakukan. Masyarakat kita adalah masyarakat berkebutuhan khusus yaitu yang tidak semua masyarakat sepakat untuk menggunakan kayu bakar, minyak tanah hingga tabung elpiji.

Kejahatan pemerintah ini tidak hanya terjadi di satu lini tapi di lini kesehatan pun mereka melakukan pembiaran, salah satunya adalah masih dilakukannya sosialisasi terhadap pemakaian kontrasepsi kepada masyarakat, dikatakan pembiaran karena sosialisasi kontresepsi tersebut tidak dibarengi dengan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan pentingnya mereka menjaga kondisi reproduksi masyarakat. Tidak ada pilihan lain ketika masyarakat tetap harus menjadi pengguna kontrasepsi namun, tidak menjadi halal ketika pemerintah yang bertanggung jawab harus membiarkan mereka hidup dalam kebodohan atas tubuh mereka sendiri.
Hal yang sering terdengar , contohnya pada pemakaian kontrasepsi model spiral, masyarakat hanya diberitahu bahwa alat tersebut dapat mencegah kehamilan dan mampu bertahan digunakan selama kurang lebih 10 tahun lamanya, sesuatu yang fantastis kemudian pemerintah lepas tangan ketika ada masyarakat yang mengalami kehamilan disaat mereka menggunakan spiral, kemudian jika mereka mengalami gangguan terhadap pemakaian spiral itu sebelum batas waktu yang telah dijelaskan kepada pengguna.
pembiaran penggunaan tabung elpiji dan penggunaan kontrasepsi tanpa diberitahu efek-efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian produk pemerintah tersebut mengakibatkan adanya pelanggaran HAM yang tidak akan berujung tuntas. Karena pemerintah indonesia hari ini menjadikan roda tanggung jawab itu sebagai permaianan bola yang akan kembali di alihkan tanggung jawab itu kepada masyarakat lagi dengan alasan masyarakat kurang paham, kurang kritis, kurang jeli dan banyak macamnya. Kritikan masyarakat akan menimbulkan pembungkaman atau kriminalisasi seperti yang terjadi pada kasus Tukijo salah satu petani yang dikriminalkan menggunakan pasal 310 KUHP dengan alasan pencemaran nama baik.

Benar-benar serba salah, mau di bawa kemana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar